Nagan Raya, 29 Januari 2025- Seratus hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi momen krusial dalam membuktikan komitmen mereka terhadap supremasi hukum. Salah satu aspek yang paling disoroti adalah bagaimana pemerintah menangani kasus-kasus hukum yang selama ini menimbulkan keraguan publik, terutama dalam sektor lingkungan. Kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan semakin melemah akibat ketidaktegasan dalam menindak perusahaan-perusahaan besar yang terbukti merusak lingkungan. Oleh karena itu, pemerintahan baru diharapkan mampu mengambil langkah tegas untuk menunjukkan bahwa keadilan tidak bisa dikompromikan, terutama dalam kasus perusakan ekosistem seperti yang terjadi di Rawa Tripa, Aceh.
Salah satu contoh nyata dari masalah ini adalah kasus PT Kallista Alam dan PT Surya Panen Subur II (SPS II), dua perusahaan yang terbukti secara hukum bertanggung jawab atas kebakaran lahan gambut di Rawa Tripa. Pada 2014, Pengadilan Negeri Meulaboh menyatakan PT Kallista Alam bersalah karena dengan sengaja membakar lebih dari 1.000 hektar lahan untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit. Putusan ini mengharuskan perusahaan membayar pemulihan lingkungan senilai Rp251,7 miliar serta denda keterlambat tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan putusan dalam perkara. Kasus serupa juga menjerat PT SPS II, yang pada 2018 dijatuhi hukuman oleh Mahkamah Agung untuk memulihkan 1.200 hektar lahan gambut dengan dana sebesar Rp. 302,15 miliar. Serta membayar ganti rugi materil rekening kas Negara sebesar Rp. 136,86. Meski telah ada keputusan hukum yang mengikat, implementasi dari putusan ini masih menemui banyak hambatan, sehingga pemulihan lingkungan yang dijanjikan belum terealisasi secara optimal.