Nagan Raya, 1 Juli 2024 – Yayasan Apel Green Aceh mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera bertindak tegas terhadap maraknya aktivitas penebangan liar di Kawasan Lindung Gambut sesuai dengan Qanun Tata Ruang Nagan Raya. Aktivitas pembalakan liar ini telah merambah hingga ke Daerah Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru ( PIPPIB) yang seharusnya tidak dapat dirambah dan ditetapkan untuk menanam kelapa sawit. 

“Kami berharap APH, baik kepolisian, Gakkum, maupun pihak terkait lainnya tidak menutup mata terhadap perambahan yang sudah berlangsung lama. Pembantaian hutan secara ilegal ini harus ditindak dan diberi sanksi tegas,” ujar Syukur dari Yayasan Apel Green Aceh.

Syukur menambahkan, aktivitas penebangan liar di Daerah Rawa Tripa semakin memprihatinkan karena dilakukan secara terang-terangan. Hasil kayu curian bahkan dikumpulkan dan dibawa secara terbuka, sehingga aktivitas ini akan menjadi legal. Padahal, penebangan kayu pembohong merupakan pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf e UU 41/1999, diatur dalam Pasal 78 ayat (5), dengan ancaman pidana hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.

Dari hasil investigasi Yayasan Apel Green Aceh, ditemukan alat berat yang sedang membersihkan lahan di kawasan lindung gambut. Menurut data yayasan tersebut, angka kehilangan tutupan hutan di daerah hutan Lindung Gambut mencapai 608,81 hektar, menunjukkan kerusakan hutan gambut yang parah dan mengancam krisis ekologi.

“Daerah Rawa Tripa merupakan kawasan habitat satwa kunci Sumatera seperti orangutan dan harimau. Jika perambahan Hutan Rawa Gambut semakin meluas dan tidak ada tindakan oleh APH, maka satwa yang dilindungi di Rawa Tripa semakin terancam punah,” tambah Syukur.

Yayasan Apel Green Aceh mendesak APH untuk segera turun tangan. “Jika dibiarkan, diduga diduga mereka juga terlibat memuluskan praktik haram tersebut,” pungkas Syukur.