Jakarta – Direktur Utama Yayasan Apel Green Aceh Rahmad Syukur menegaskan harapannya kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memberikan sanksi lebih tegas kepada PT. Beurata Subur Persada (BSP) terkait dugaan pencemaran Sungai Krueng Trang.
Usai melaporkan kejadian tersebut ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) KLHK di Jakarta pada Jumat, 31 Mei 2024, Syukur menjelaskan bahwa Yayasan Apel Green Aceh telah melaporkan PT. BSP terkait pencemaran sungai tersebut pada 17 Agustus 2023.
“Kami mendesak pemerintah melalui Gakkum KLHK RI untuk memberikan sanksi tegas, yakni pencabutan izin, agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari,” kata Syukur.
Syukur menambahkan, tindakan ini berdasarkan Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjamin hak setiap orang atas lingkungan hidup yang sehat dan berkualitas. Ia berharap Gakkum KLHK dapat menindaklanjuti laporan tersebut.
Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan PT. BSP dapat dikenakan sanksi pidana dan administratif sesuai dengan Pasal 100 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang mengatur sanksi bagi pelanggar baku mutu limbah. Selain itu, sanksi administratif seperti teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin, dan pencabutan izin dapat dikenakan sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2013 Pasal 4 dan 5.
Syukur juga mengungkapkan rencananya untuk meminta evaluasi izin PT. BSP kepada Kementerian Investasi, mengacu pada ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Nagan Raya Pasal 32 Ayat 5 dan 6. Hal itu dilakukan karena kawasan tersebut diperuntukkan bagi perkebunan skala besar dan perkebunan rakyat, bukan untuk keperluan industri.
Jika ditemukan pelanggaran, langkah tegas yang akan diambil adalah pencabutan izin perusahaan tersebut.