Rawa Tripa adalah salah satu lahan gambut tropis di Aceh yang memiliki keanekaragaman hayati luar biasa, hal ini di ungkapkan Direktur Eksekutif yayasan apel Green Aceh, Rahmad Syukur dalam dialog Mozaik Indonesia dengan judul Petisi 139 negara untuk selamatkan rawa tripa, minggu 25/08/2024. Ekosistem ini penting karena menjadi rumah bagi banyak spesies langka, termasuk orangutan Sumatera, dan berperan penting dalam penyerapan karbon, yang sangat diperlukan untuk mitigasi perubahan iklim.
Ancaman utama yang dihadapi Rawa Tripa adalah alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit, kebakaran lahan, serta eksploitasi hutan secara ilegal. Semua ini menyebabkan degradasi ekosistem yang serius.
Petisi ini dimulai oleh koalisi berbagai LSM lingkungan, termasuk Yayasan Apel Green Aceh, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya menyelamatkan Rawa Tripa. Dukungan datang dari banyak negara, organisasi internasional, dan individu yang peduli terhadap kelestarian lingkungan.
Secara lokal, hilangnya Rawa Tripa akan berdampak hancurnya habitat satwa liar, mengganggu mata pencaharian masyarakat adat, dan meningkatkan risiko banjir serta kebakaran. Secara global, ini akan berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca, yang memperburuk perubahan iklim.
Pemerintah Indonesia telah memberikan tanggapan dengan melakukan beberapa langkah konservasi dan penegakan hukum. Namun, tantangan dalam implementasi di lapangan tetap besar, dan dukungan internasional sangat dibutuhkan untuk memastikan keberlanjutan upaya ini.
“Yayasan Apel Green Aceh berperan sebagai penggerak utama dalam kampanye penyelamatan Rawa Tripa, melakukan advokasi, penyuluhan, serta bekerja sama dengan pemerintah, masyarakat lokal, dan komunitas internasional untuk melindungi ekosistem yang rapuh ini”.ungkap Rahmad
Selain itu Langkah konkret termasuk penyediaan dana untuk rehabilitasi lahan gambut, dukungan teknis dalam penegakan hukum lingkungan, serta pelatihan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan perlu dilakukan.
Rahmad juga mengingatkan masyarakat lokal perlu terlibat dalam pengawasan dan restorasi lahan gambut, serta mengembangkan praktik-praktik pertanian berkelanjutan. Kami juga bekerja untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya konservasi bagi kesejahteraan mereka sendiri.
Tantangan terbesar adalah konflik kepentingan antara pelestarian lingkungan dan kebutuhan ekonomi seperti pengembangan perkebunan sawit. Mengatasinya memerlukan pendekatan yang holistik, termasuk insentif ekonomi bagi masyarakat untuk mengelola lahan secara berkelanjutan.
Menutup kebersamaan dalam mozaik Indonesia, Rahmad berharap agar Rawa Tripa bisa dipulihkan dan dilindungi secara permanen. Para pendengar bisa berkontribusi dengan mendukung kampanye konservasi, mengurangi penggunaan produk yang berasal dari deforestasi, dan mendesak pemerintah serta perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan.
https://www.rri.co.id/daerah/928288/petisi-139-negara-untuk-selamatkan-rawa-tripa
https://www.hutanhujan.org/petisi/1290/selamatkan-rawa-tripa-habitat-terakhir-orangutan